Posts tagged ‘humanity’

June 3, 2010

Tentang kelakuan israel kali ini

Saya tidak perlu berkoar koar menghujat bahwa mereka (israel.red) itu kurang ajar, tidak beradab, keji’ dan lain-lain (lha itu apa??)

yang jelas tindakan mereka salah.

saya hanya ingin bergumam ketika ada wawancara di radio dengan Bpk. Hidayat Nurwahid yang beliau menyatakan bahwa kelakuan israel kali ini mulai membuat liga arab bersatu dan bahkan Mesir dan Turki sudah membahas panjang lebar untuk membawa masalah ini untuk diselesaikan dengan seadil-adilnya.(kalo Turki mungkin : segeram-geramnya) 

anyway…mungkin ini bisa menjadi tolak-balik

dimana amerika sudah kehilangan taring…sedang krisis….tentu saja israel juga ikut lemah.

lalu?? 

mungkin israel semakin terdesak dengan ulahnya sendiri yang sudah keterlaluan. mungkin sebentar lagi keadaan di gaza dan timur tengah juga akan berbalik

———————–

ketika waktunya, maka kebenaran itu akan menemui kemenangan dan keadilan akan terjadi’.

wallahu a’lam

———————————————-

November 18, 2009

Korban Vaksin Kaki Gajah, Harus Ada yang Bertanggung Jawab

              Beberapa hari yang lalu muncul berita yang menyebutkan bahwa setelah pemberian vaksin kaki gajah secara massal di jawa barat, berbagai macam efek dari sakit sampai meninggal dunia terjadi. Terakhir yang saya dengar yang meninggal mencapai 9 orang.

Lucunya ketika saya melihat berita ibu menkes dengan santai menjawab yang intinya : Saya yakin itu bukan karena pemberian vaksin”….

Padahal semua sudah tahu, dan mana mungkin ada penyakit massal menyerang bertepatan dengan pemberian vaksin itu??!!

              Dan kelihatannya masalah ini malah tidak dihiraukan secara besar-besaran seperti kasus korupsi atau cicak VS buaya yang sedang hangat sekarang ini. Padahal ini adalah masalah yang sangat serius karena berhubungan langsung dengan NYAWA MANUSIA’

masalah NYAWA Bu Menteri!!! , 

ketika saya buka ternyata juga ada yang curhat tentang efek vaksin itu (tentunya dia tidak sampai mati karena masih bisa nulis)

DISINI dan juga

DISINI

 kalau nyawa manusia sudah tidak dihargai lagi, maka layakkah kita dianggap manusia?? Saya sebenernya tidak mau berprasangka jelek, namun kalau nyawa manusia tidak dihargai atau bahkan dibuat PERCOBAAN, maka sudah jelas bahwa pemerintah itu sudah SANGAT DZALIM kepada rakyatnya.  

Saya berharap agar pertanggung jawaban pemerintah atas masalah ini’ kepada seluruh masyarakat Indonesia.

Dan Tentunya nanti DI AKHERAT juga’  

===

Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah Jahanam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan adzab yang besar baginya.

(QS An Nisaa-93)

—-

 — Wassalam–                

November 10, 2009

Hari Pahlawan. (benarkah gugur satu tumbuh seribu??)

telah gugur Pahlawanku…

tunai sudah janji bakti…

gugur satu tumbuh seribu…

tanah air jaya sakti…

Jika mendengar lagu Karya Ismail Marzuki ” Pahlawanku” itu pasti kita akan terenyuh dan menimbulkan semangat halus yang terukir pada nada-nadanya. Namun ketika realita sekarang itu dihubungkan dengan lagu ini naas nya sangat-sangat memprihatinkan.

Bayangkan saja, ….negara kita semakin carut marut’

penegakan hukum tidak jelas….

mahasiswa tawuran dimana-mana…

             Bahkan jika benar gugur satu tumbuh seribu itu, mungkin yang tumbuh seribu ya hanyalah “rambut anaknya”. Nyatanya tetap saja bangsa kita masih mengalami krisis di berbagai bidang. Dan yang utama dan akar dari semua masalah tentu saja adalah krisis moral. Jika moral sudah baik, tidak mungkin akan ada tawuran, korupsi, dan kejahatan-kejahatan lain.

kata Emha Ainun Najib ” Mungkin Terlalu Lama kita Dijajah, sehingga kita tidak tahu lagi bagaimana cara mengisi kemerdekaan”.

            Ataukah Bangsa kita memang tidak mau merdeka?? tidak mau merdeka dari rongrongan nafsunya dan  kehausan kekuasaan. mungkin saja…..

mungkin…..

namun tentu diantara orang-orang yang bodoh tidak mau merdeka ini masih ada orang baik…..

dan saya harap anda percaya itu….minimal percaya pada diri anda sendiri bahwa anda adalah orang yang merdeka’

Semoga Pahlawan kita adalah orang-orang yang Syahid di JalanNya 

— Selamat Hari Pahlawan–

November 8, 2009

Hukum dan Hati Nurani

Melihat kasus yang populer disebut kasus“cicak dan buaya” itu kemaren membuat saya sedikit mengernyitkan dahi. Masalah tersebut beberapa hari ini terus menghiasi media baik cetak dan elektronik  yang terus berlomba-lomba menyajikan info teraktual mengenai masalah tersebut.

                Rekaman yang merupakan kunci kasus telah dibeberkan, dan sebagian masyarakat dari kalangan intelektual maupun buta hukum mengikuti . Mungkin diantaranya bahkan bisa memahami secara jelas.

Nah, disini saya hanya memberikan pandangan saya untuk para advokat dan pengacara. Seperti yang diketahui bersama bahwa profesi pengacara adalah profesi yang menjadi pembela seseorang yang terkena perkara hukum. Tentu pembela merupakan pihak yang membela dan memberikan bantuan hukum kepada kliennya. Namun, terkadang seseorang pengacara dengan gayanya tidak menyadari bahwa “profesi-nya” itu yang pertama haruslah berlandaskan kebenaran dan keadilan. Sekarang, tampak sangat jelas bahwa banyak para pengacara atau advokat sebegitu mudahnya “menjual” kebenaran dan keadilan itu dengan “profesi”. Bahkan, yang sangat keterlaluan adalah seorang pengacara atau advokat senior yang memainkan pasal-pasal untuk memutar balikkan konsekuensi dan berupaya untuk melindungi seorang kliennya yang jelas-jelas bersalah.

Ketika dua orang advokat senior sedang berdebat misalnya, tentu saja  saya tidak akan bisa menyaingi mereka tentang pengetahuan pasal-pasal hukum atau sejenisnya. Namun yang saya tangkap, beberapa advokat senior itu terkadang ngotot dan bersikeras dengan pasal-pasal dan logika hukumnya walaupun secara sepintas mereka itu kadang “hanya mendasarkan pada ke’pakar’an-nya atau sombong”. Jika begitu, kebenaran mungkin akan menjadi suatu komoditas yang merupakan “lahan” bagi para advokat yang bekerja untuk uang dan bukan berkerja untuk suatu kebenaran dan keadilan. Pastinya, hukum pun akan selalu bisa dipermainkan dan “rapuh” sehingga seperti saat ini, masyarakat sudah tidak percaya lagi kepada perangkat dan lembaga hukum yang terlalu banyak torehan nilai merahnya.

                Mungkin ketika mereka dulu, para advokat itu belajar hukum mereka kurang dididik dengan budi perkerti dan ahlaq yang benar. Bahkan, terkadang mereka itu lupa ataukah melupakan ataukah mereka itu memang bodoh bahwa hukum itu ada karena “substansi” nya. Tentu saja substansinya secara global merupakan penegakan kebenaran, keadilan dan kemanfaatan bagi umat manusia.

Jadi ketika saya melihat seorang praktisi hukum berbicara yang ngotot dengan “pasal-pasal” yang sebenernya di pasal itu juga tidak jelas atau tidak rinci, yang hanya dengan permainan kata-kata saja dia bisa memainkan, maka saya bisa menerka bahwa orang tersebut sudah menyimpang dari yang semestinya. Padahal dalam hukum buatan manusia itu jelas tidak akan sempurna karena hanya merupakan konvensi. Dalam hal ini, tentu pasal-pasal tersebut harus jelas  dan dilihat dari sisi manapun harus memberikan manfaat. Ketika pasal tersebut belum bisa mengakomodir secara aktual maka tentu saja pasal tersebut boleh direvisi atau dikembalikan lagi kepada esensi dari pasal tersebut.

                Maka tentu saja, jika cara suatu menyikapi perkara selalu harus dengan pendekatan legal formal yang terjadi adalah bisa menjadi suatu pagar merusak tanaman, atau pedang menusuk pemiliknya sendiri. Dimana tanaman itu adalah benaran, keadilan dan kemaslahatan, dan pagar adalah hukum yang merupakan bentukan. Bukankah secara logika yang sangat mudah bisa dilihat, bahwa hukum atau perundangan itu bisa diamandemen atau dirubah, karena dia adalah bentukan. Namun anda tidak bisa merubah suatu nilai perbuatan budi pekerti. Tidak akan ada mencuri itu menjadi baik, menyakiti orang lain itu menjadi terpuji, walau dikutub selatan maka nilai-nilai hati nurani manusia yang diberikan Tuhan YME itu akan selalu berlaku. Begitu pula dengan masyarakat yang berteriak dengan hati nuraninya, apakah akan dikesampingkan terus, ataukah dituruti. Maka dalam hal ini, kearifan dari pemerintah adalah wajib. Jika masalah tidak bisa terselesaikan dan dunia semakin rusak, maka tunggu saja keputusan dan penyelesaian dari Sang Pencipta, ALLAH Azza Wa Jalla.

Wallahu A’lam Bishowab

October 28, 2009

Antara sumpah, nafsu , dan perut yang lapar

Di sana sini peringatan sumpah pemuda diwarnai dengan demo, orasi dan lain-lain.  Sumpah pemuda mungkin dulunya merupakan cerminan dari bentuk komitmen kaum pemuda saat itu (tahun 1928) untuk mempersatukan dan memerdekakan bangsa dibawah satu bendera yaitu Indonesia.

sekarang…..

Ada juga yang memperingati dengan komitmen, semangat, dan orasi yang menggebu-gebu, ada juga yang lempeng aja tanpa ada pengaruh apa-apa(seperti saya), ada juga mungkin yang bahkan tidak tau dan tidak mau tahu….

Eniwei , ketika saya melihat dan mendengar para mahasiswa meneriakkan orasi atau tuntutan tersebut saya ikut senang. Dalam arti ya memang hal tersebut harus ada yang melakukan walau tujuannya kadang tidak jelas atau tujuan jelas tapi tidak bersolusi. Yang saya maksud solusi disini adalah solusi riil yang memang bisa diterapkan dalam jangka waktu dekat atau solusi yang terukur. Nahh, kalo sudah begitu bukankah ribuan kali kita berdemo jika dihitung mulai adanya reformasi tahun 1998, menyuarakan aspirasi rakyat, atau menyuarakan apa saja yang dianggap benar.  Tapi sekarang nyatanya bangsa kita tidak pernah merasa lebih baik, semakin terpojok dalam hubungan internasional, dan tidak dihargai oleh negara tetangga. Apa yang salah?? yang demo salah?? pemerintah selalu salah?? atau memang semua salah??

Tentu tidak akan ada habisnya jika kita terus bertanya siapa yang salah, Namun sebagai renungan, harusnya sekarang kita sadar bahwa sekarang sudah lebih dari 10 tahun kita meninggalkan titik nol reformasi. Dan jika kita terus mencari cari maka kita terus saja akan berkutat dalam lingkaran angan semu reformasi itu sendiri. Jika Soekarno berkata “berilah aku 10 PEMUDA, maka aku akan mengguncang dunia” hanya sampah dan bualan, mungkin ya tidak usah diperingati saja sumpah pemuda. Namun jika kalimat itu dipandang benar, maka harusnya para pemuda lebih menyadari perannya dan arti penting dirinya. Dan cara mewujudkan hal itu tentu saja dengan terlebih dahulu “Bangunlah jiwanya…..untuk Indonesia raya” yang berarti pembangunan moral dan ahlaq pemuda yang bertujuan untuk kebaikan bangsa Indonesia.

Refleksi yang dapat dilihat langsung apakah pemuda Indonesia sudah berkriteria untuk mengguncang dunia itu tentu sangat terlihat. Kita lihat saja mahzab dan gaya hidup para pemuda sekarang, pergaulan mereka, dan tingkat pemahaman terhadap agama mereka. Lebih jauh lagi kita juga bisa melihat berapa persen para pemuda kita yang menganggur pada usia 22-30 tahun. Polemik yang terjadi sekarang tentu kita bisa melihat bahwa unsur-unsur diatas mayoritas kita berada dalam tanda negatif (-) yang artinya sangat riskan dan berbahaya untuk keberlangsungan pembangunan.

Bukankah seharusnya pembenahan itu harusnya dimulai dari diri sendiri dulu?? Maka dalam hal ini seharusnya para pemuda lebih “aware” terhadap masalah-masalah remaja dan pemuda itu sendiri. Bagaimana dia membuat 10 pemuda lain terinspirasi untuk memperbaiki diri, bagaimana dia menjadi pemuda yang “produktif” dan bisa memberdayakan orang-orang disekitarnya. Tentu saja tidak mudah untuk menjadi pemuda sekaliber “bill gates” atau ” Mark Zukenberg” yang bisa mengguncang dunia. Namun tentu saja hal itu dapat terwujud jika potensi yang ada pada para pemuda Indonesia yang bodoh-bodoh ini (bodoh, karena terlalu banyak yang berbakat seperti Profesor termuda di Amerika itu orang Indonesia(Nelson  Tansu), Di Nanyang, bahkan mungkin di Univ2 lain itu orang Indonesia) disertai dengan kesadaran dan integritas. Kesadaran untuk berjuang dan mengabdi pada Tuhan dan Negaranya.

Seandainya perbaikan untuk pemuda ini berhasil, maka tidaklah perlu demonstrasi atau tuntutan yang dialamatkan kepada pemerintah itu dilebih-lebihkan, karena nanti pada waktunya mereka juga akan mati dan pemuda itu sendiri yang akan mengganti.

Terlepas dari itu semua, ternyata kita belum bisa bergerak dengan leluasa dari jeratan nafsu dan keinginan kita sendiri. Keinginan yang lebih mengarah pada kenyamanan pribadi dan jeratan “perut yang lapar”.

jika saya menjajak pendapat semua mahasiswa yang berorasi dan menerikkan yel-yel sumpah pemuda itu dengan pertanyaan” Apa yang akan anda pilih jika terdapat dua pilihan, bekerja untuk negara dengan gaji UMR , atau kerja di perusahaan asing dengan gaji 50 kali lipat??” saya akan berani memastikan akan lebih banyak pemilih opsi kedua. Tentu saja mereka tidak salah karena mereka juga butuh “kenyang” dan kehidupan yang baik. Lalu jika mereka sebenernya tidak mau, maka orang tua yang akan menyalahkan mereka. Jadi, nasionalisme itu sebatas kata-kata?? bukan begitu. Yang lebih tepat mungkin adalah jangan berkata tentang nasionalisme ketika kamu “lapar”, karena kebutuhan utama manusia adalah makan untuk hidup.

Maka, jika dirunut polemik ini tidak selesai kecuali pembenahan moral mental dan integritas  itu menjadi tujuan utama dan HARUS BERHASIL. Moral berarti dia mau menjadi baik, mental berarti dia tidak takut akan ketidaknyamanan, dan integritas yang berarti komitmen yang tidak luntur.