Archive for ‘Vacation & Travelling’

March 26, 2011

Bicara Tempat Kuliner…@ Bandung

Wahh, kalo bicara kuliner sebenernya ndak ada habisnya. Kalo masalah citarasa saya tidak kompeten seperti pak Bondan Winarno yang sangat maknyus. Pernah tau Bondan winarno?? mungkin anda tahu hanya sebagai pemandu acara wisata kuliner saja. Namun jika anda lihat profilnya dia adalah bukan orang yang hanya bisa berkata”maknyus” ketika tampil di TV begitu saja, namun seseorang yang sangat berdedikasi

ok, sekarang saya akan membahas  background dan suasana beberapa tempat kuliner yang kayaknya sudah lama saya ingin menulisnya namun terkendala waktu. Tempat kuliner yang saya maksud bukanlah tempat mengisi perut saja, seperti Mcd atau cafe2 di Mall…namun saya akan lebih menekankan pada SUASANA…yang ada unsur seni, artistik, dan juga eksotisme dari masing-masing tempat…

Yang pertama pusat kuliner sederhana yang bernama Punclut. Apabila anda suka suatu nuansa pegunungan dengan lesehan di pagi hari atau malam hari sambil melihat kota Bandung dari atas bukit, inilah pilihan tepat.  Tempat ini adalah deretan kuliner khas sunda pada saung (gubuk)yang berjajar-jajar. Banyak mobil plat B yang singgah di tempat ini di akhir pekan, namun apabila hari minggu, maka jalan ke punclut ini macet. Suasana pegunungan dan pedesaan sangat mendukung untuk melepaskan penat di akhir pekan. Punclut bukanlah tempat makan yang “mahal” namun saya pikir punclut adalah pusat kuliner sunda yang sangat eksotis karena semuanya tersaji dengan kesederhanaan. Menunya sangat variatif. Dari ayam bakar, ikan, pepes, jamur, gurami, cumi dll..dijamin, dapat menikmati kuliner dan menikmati udara pegunungan tanpa menguras dompet…

Yang kedua adalah Balubur dan gelap nayawang. Ini adalah sasaran saya bertahun-tahun. Memang ini adalah tempat makan untuk mahasiswa. Tempatnya, jangan tanya. Jelek. Tapi menunya adalah penolong mahasiswa yang kelaperan dan dompetnya tipis. Atau mahasiswa ITB yang sedang begadang di Lab menyelesaikan tugas akhir , karena tempatnya memang deket kampus ITB. Macem-macem warung makan ada disitu dengan masakan yang bermacam-macam pula. Misalkan anda penikmat nasi goreng, maka disitu minimal ada 5 nasi goreng yang cara memasak dan aromanya berbeda. Ada yang bumbunya pekat, ada juga yang halus. Ada yang “sedikit” elegan, ada juga yang versi kuli…semuanya tinggal pilih :D. Yang kadang bikin jengkel disini adalah pengamen yang setiap 5 menit sekali berganti dan “mbak-mbak”(ahaha…you know lahh) yang bikin keki dan kadang bikin geleng-geleng kepala juga :D. Oh iya, balubur ini hanya ada pada malam hari, disitu ada juga angkringan…yang merupakan tempat nongkrong dan ngopi dengan lesehan. Untuk yang kesepian di waktu malam, mungkin sangat cocok untuk ngopi atau nyemil di angkringan, dijamin akan menambah kenalan karena suasana kebersamaan dan keakraban sangat kental.

Yang ketiga adalah Rumah Makan elegan yang bernuansa etnik dan natural. Misalnya yang deket kampus ada dago panyawangan…Yang terdiri dari saung-saung (gubuk). Untuk yang membutuhkan kenyamanan pada acara kumpul dan membicarakan sesuatu atau bersantai dengan keluarga, mungkin rumah makan seperti ini lebih nyaman dan privasinya terjaga. 

Yang keempat adalah cafe mahal bernuansa etnis, seperti Cafe Bali (katanya milik Luna Maya). Saya tidak akan membahas harga karena saya juga gak akan menghabiskan uang hanya untuk makan di tempat seperti itu, jika tidak diajak (dibayarin :D). Btw selain tempat yang nyaman, cafe bali juga bernuansa etnik. Banyak lukisan dan ukiran, juga patung yang seakan-akan kita sedang berada di sebuah rumah makan di Pulau Dewata…Menunya bervariasi. Ada menu ayam krispi biasa saja, Masakan sunda, masakan Bali, juga Steak. Apabila kita mau ke musholla, maka kita harus melewati taman yang sedemikian rupa dikelilingi pohon-pohon hijau. Toiletnya juga sangat bersih, mendukung suasana yang asri dan menyenangkan.

Yang terakhir adalah konsep wisata kuliner dan alam, seperti Sapulidi di daerah parompong. Konsepnya bener-bener dibikin menjadi suatu kebun dan sawah yang diantaranya ada gubuk-gubuk untuk makan. Dengan Area yang luas, maka ketika kita makan disitu kita akan menemukan padi di sekeliling, pohon-pohon kebun, sungai kecil, dan juga hewan-hewan sawah seperti katak dan lain-lain. Bener bener suasana yang cocok untuk santai di akhir pekan baik bersama rekan atau keluarga. Btw yang unik menurut saya dari sapulidi adalah toiletnya yang sangat etnik. pintunya bermodel 2 buah pintu yang tiap helai pintunya adalah kayu ukiran. Kancing pintunya pun hanya kayu yang diselongsongkan seperti rumah jawa kuno. Tidak begitu rapat, sehingga untuk manusia modern mungkin sedikit risih karena takut terlihat dari celah yang kecil. Btw Kesan budaya dan alam sangat mengagumkan disini, sedikit banyak mengurangi penat dari hiruk pikuk perkotaan 🙂

 

January 23, 2011

Long Saturday Night(2)

Lampion Warna-warni dan Musisi Malam  ( I love this night )

Ketika pulang dari undangan makan malam saya dan temen saya[Vokalis Lila- kata anak2] – bukan lyla 😀 ,melewati jalan tamansari sekitar kebun binatang bandung yang lengang. Lalu sekilas mata saya tertuju pada arah kiri jalan. Ada galeri seni yang  membuat jalan yang sepi dan gelap itu menjadi agak tidak menyeramkan. Galeri yang terletak diseberang tanah lapang yang digunakan untuk parkiran kendaraan kebun binatang pada siang hari. Karena sudah lama saya ingin melihat-lihat galeri itu akhirnya malem itu kesampaian juga. Saya mengajak belok ke gerbang galeri tersebut.Galeri seni itu terdiri dari galeri lukisan,ukiran, wayang, dan lain-lain.

Dan malam itu saya tertarik untuk melihat galeri lampion warna warni dan lampu tidur dengan bentuk unik dan penuh kreasi. Ada yang terbuat dari botol bir, ada yang bercorak batik dan macam-macam lagi. Dan ternyata, barang seni itu dijual juga. Dengan harga kisaran Rp 25-70 ribu mungkin bisa sangat menarik bagi orang yang suka dengan pernik tersebut atau para apresiator seni.

Sebenarnya sejarah galeri ini ada di sebelah kebun binatang bandung ini lumayan heroik dan “sedikit” tragis. Dulunya, para perkerja seni ini mempunyai tempat di Babakan Siliwangi dekat Sabuga. Babakan Siliwangi adalah mata air, bagi sekitar Bandung tengah(sekitar ITB). Mata air dalam arti yang sebenarnya maupun dalam arti yang lain mungkin, karena daerah ini merupakan daerah rindang dan juga pernah menjadi mata air produk air mineral Air Ganesha. Karena ada wacana lahan “Babakan Siliwangi” akan digusur untuk dibangun mall (bayangkan, jika ada MALL di dekat institusi pendidikan sekelas ITB, apa pemda sudah tidak bisa berfikir), maka para pekerja seni tersebut dipindahkan ke tempat yang “baru” yaitu didekat kebun binatang. Banyak diantara para pekerja seni tersebut protes, karena tempatnya tidak layak dan menyebabkan pendapatan mereka turun. Atau mungkin mereka kehilangan kreasi yang ditempat sebelumnya sangat rindang,lengang dan mendukung untuk memasukkan inspirasi apapun untuk mereka jadikan suatu karya. Entahlah, tapi insiden protes itu sempat diwarnai oleh pembakaran massal lukisan-lukisan oleh senimannya sendiri, Tragis…

Sepertinya saya melihat sendiri peristiwa pembakaran itu secara tidak sengaja lewat jalan itu 3 tahun yang lalu…dan mungkin harapan saya waktu itu untuk melihat tempat itu semakin baik terkabul

[sekitar 3 tahun berlalu]

Nuansa seni, Romantisme dan sedikit hembusan sisa sepi yang dibawa angin malam muncul di malam itu…

Malam itu ada pertunjukan musik oleh sekelompok musisi, mungkin juga pekerja seni ditempat itu untuk mengisi malam mingguan. Sekitar 2 keluarga, mungkin keluarga dari mereka sendiri menikmati musik yang teralun dari tiga orang di panggung kecil tersebut. Di tikar yang luas itupun tidak lebih dari 10 orang yang menikmati. Sisanya membawa kursi sendiri di belakang dan sambil wira-wiri dengan urusannya sendiri. Akhirnya dengan sedikit canggung saya duduk di tikar itu bersama menikmati lagu. Terlihat dinginnya malam itu terhapus oleh ceria karena request para ibu itu akhirnya dibawakan oleh penyanyi dan juga boleh maju untuk dinyanyikan sendiri. Bahkan ada lagu sunda yang berjudul “Bromo” yang sangat ceria dan sedikit emosional karena seolah terhanyut pada suatu kenangan. Setelah agak malam kami meninggalkan alunan musik itu dan terdengar semakin lirih…sambil teringat adik kelas baru masuk yang saya suruh bawa motor sendirian pulang tadi, takut tersesat 😀

Tags: ,
June 2, 2010

jurusan Trenggalek-Kediri-Malang [one week vacation-part 2]

Turun dari kereta pagi hari lumayan seger, di Stasiun Tulungagung. Sambil nunggu Babe yang mau jemput saya duduk-duduk di depan stasuin. Beberapa saat kemudian mobil yang sudah familiar berhenti dan aku langsung mengungkit gagang pintu. “tak kirain agak siang” kata babe, lalu mobil meluncur ke arah barat kota Tulungagung.

Sesampainya di rumah, Ibu bilang “itu lho, babemu nyembelih menthok (enthok/itik.red), katanya emang buat kamu”. Saya cuman melirik ogah-ogahan sambil bergumam “halahh, paling juga nanti yang ngabisin paling banyak tetep Babe”. Lalu saya bergegas mengeluarkan jajan “pisgornak” yang babe katanya pengen dibeliin lagi karena kesengsem dulu pas wisudaan beli di gasibu. Sebenernya itu makanan buat dimakan hangat, tapi karena katanya ibuk kmaren sewaktu sampe dirumah besoknya masih enak, yasudah saya beliin.

Begitu dirumah, saya langsung jadi orang yang gembul. Bagaimana tidak, masakan Ibuk selalu paling enak dan melimpah ruah.Lalu ditambah lagi jika saya “dolan” ke rumah bulek dan embah di seberang RT, saya pasti makan lagi. Trus ibuk ternyata malah sudah buat “peyek” yang memang dulu saya pernah minta dikirim, yang gak sempet terkirim. Sebenernya peyek biasanya untuk tambahan lauk, tapi ini peyek istimewa, sekali mengunyah pasti akan ambil lagi dan lagi (dan teman-teman di bandung pun bilang gitu waktu saya bawain) karena itu peyek buatan ibu ini lebih enak  sebagai “camilan”(mungkin ntar bisa diekspor, hehe). Dan akhirnya hanya 2 hari dirumah saya sudah gemuk(lagi) 😀

Besoknya,waktu saya buka facebook saya jadi ingat ternyata saya sudah janji dengan teman saya untuk main ke Malang. Setelah sms an akhirnya kami menentukan untuk berangkat sabtu pagi dari kediri. Sabtu pagi saya naik bus dari Trenggalek ke Kediri, lalu kami berangkat ke Malang dengan sepeda motor. Kami 4 orang dengan 2 sepeda motor.Aku, Luhur, Aripin, dan Jawa. Perjalanan sekitar 3 jam akhirnya mengantarkan kami ke sebuah kontrakan teman kami Fida,yang kuliah di Universitas Brawijaya, Malang. Namun ternyata Fida masih di kantor dan akhirnya kami menentukan untuk cari ” makan siang” dulu. Saya mengusulkan bagaimana kalo di dalam kampus UB saja yang suasananya gak mbosenin kalo sambil nunggu Fida, dan kita pun berangkat. Ketika kami sampai di kampus ternyata sudah dhuhur, lalu kita bergegas memarkir motor di sebelah masjid Raden Patah (betul yaa??) dan mengambil wudhu untuk sholat. Setelah sholat kami menselonjorkan diri di emperan masjid, lalu tiba-tiba ada bapak-bapak menawarkan kami untuk makan bersama dengan halaqoh di belakang kami yang sedang menutup acara kajian dengan makan-makan. ” wahh, rejeki emang gak kemana. Bener deh aku ngajak kesini” gumamku. Akhirnya dengan setengah malu-malu kami (kecuali aku,hehe) bergegas menghadap “lemper” atau nampan tempat nasi yang digelar untuk dimakan bareng. Di nampan itu sudah ada nasi, ikan, dan sayur. Satu nampan ya untuk 4 atau 5 orang, dan kami menghadap 1 nampan dengan disamping bapak tadi. Ahaha…Saya agak kikuk waktu makan, karena gak terbiasa makan dengan “muluk” atau dengan tangan kosong. Apalagi nasinya disiram kuah encer sehingga menjadi “kepyar”, sehingga dengan tangan kosong mengepal nasi dari nampan menuju mulut saya…praktis berceceran’. biarin” hihihi

Pada waktu makan kami dan Bapak yang sangat ramah tadi berbincang-bincang dengan akrab mulai dari topik kuliah, pekerjaan, dan pandangan serta pengamalan Agama Islam dalam kehidupan sehari hari. Setelah nasi di nampan habis perbincangan yang asyik itu tetep dilanjutkan sampe bapak itu pamit. Satu hal yang dapat saya ambil dari halaqoh tersebut yaitu orang-orangnya sangat terbuka dan asyik untuk diajak berdiskusi.

Dengan uang yang masih untuh karena dapat makan siang gratis, kami kembali ke rumah kontrakan Fida, yang ternyata fida sudah menunggu. Kami beramah tamah sambil nonton televisi dan bergurau kesana kemari. Aripin sibuk menghubungi temen-temen yang akan berencana mengajak ke acara “ Malang Tempo Dulu” yang merupakan festival budaya tahunan di kota Malang yang katanya sangat menarik. Kami sepakat untuk berangkat bareng sehabis magrib…

Sehabis magrib kami bergegas ke UB karena janjian untuk berkumpul disana. Ternyata di sebelah Malang Town Square sudah ada Toesa, dan Wahyu. Setelah menunggu sebentar Fida menjemput Faris, kami berangkat ke Jalan Ijen yang merupakan tempat diselenggarakannya Festival itu. sampai juga akhirnya di seberang jalan ijen…dan Mau tau apa yang terjadi??? SESAK’. Bener-bener macet dengan lautan manusia yang tidak terkendali dan saling berdesak-desakan. bener2 ramai. Namun akhirnya ketika sampai ditengah-tengah kami agak bisa bernafas dan bisa lihat nuansa etnik yang ditawarkan oleh sepanjang jalan yang kami lewati. Ada pertunjukan kesenian, jajanan khan tempo dulu, dan juga dresscode para pengunjung yang memang bersiap untuk festival tersebut, semuanya bernuansa etnik dan unik. Bahkan ada juga yang gak berhubungan sama sekali dengan tempo dulu…misalnya seseorang yang ngawur pake seragam anak SD’ (hahaha…mungkin maksudnya “ini aku “Tempo Dulu” waktu masih ingusan”) 😀

— sayang foto-fotonya gak ada di saya—

@ Luhur dan Wahyu :, fotonya mana hoi?? 😀

——————————————————————————- 0 ————————–

Besoknya setelah mengantar Jawair yang Ingin pulang duluan bareng Toesa, kami mampir dulu ke warung pecel madiun untuk sarapan dengan Jawa dan Toesa juga ikut. Disitu kami bertemu dengan teman kami waktu SMA yang bernama Fajar. Fajar dulu pernah sekosan dengan saya pada waktu SMA beberapa bulan. Rupanya dia sudah lulus dari Unair, dan sekarang sudah kerja di PT Sampoerna. Dia bersama pacarnya. Setelah beberapa saat berbincang Fajar dan pacarnya pamit duluan.

Setelah itu Saya, Fida dan Luhur kembali ke kontrakan fida. Sore harinya Saya , Aripin, Luhur dan Fida mengitari malang mencari kuliner yang tepat untuk hari itu (maksudnyaa apa?) 😀 . Lalu kami berhenti di depan stasuin Malang dan masuk di warung pujasera yang berlabel ” Warna Warni”. Kami memesan makanan disitu, dan alangkah gembiranya saya ketika dalam list menu itu terdapat mie hijau yang sudah sejak lama saya pengin merasakan. Akhirnya saya pesan menu tersebut dan minuman..

 

 

mie ijo

mie ijo

 

katanya Fida mie hijau itu terbuat dari bayam. (Masak seh???) 

Rasanya?? lumayan….tidak terlalu amis seperti mie ayam sebangsanya.

 

 

 

 

 

 

 

 

lalu kami menuju dekat Dieng plaza untuk karaoke-an di Nav.(karaokean?? apa se itu) Fida yang ngajak. Saya se ogah-ogahan sebenernya…haha. Dan saya beruntung karena antriannya penuh. Akhirnya kita menuju Dieng Plaza. Muter-muter dan akhirnya berhenti pada game zone. Kami bergantian memainkan senam kaki dengan lagu(apa itu namanya??dancefloor??). Bisa diduga…saya paling payah dalam menyingkronkan sensor mata dengan impuls ke kaki. 😀 . Kami berhedon ria seolah masih SMA dan umur layaknya hura-hura (kalo saya dan Luhur se masih pantes, haha)

 

 

dance

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

setelah puas juga dalam permainan lain….huahh…akhirnya…pulang ke kontrakan dengan capek’….  🙂

Tags: ,
May 30, 2010

Pelangi di jendela Kereta Senja [one week vacation -part 1-]

Karena tidak ada kesibukan yang berarti di Bandung, 2 minggu yang lalu saya memutuskan untuk pulang ke Trenggalek. Rencananya se sekalian ngurus KTP dan ke Malang untuk melihat lihat acara Malang Tempo Dulu yang katanya bagus. Lagian sekarang ada kereta baru rute Bandung-Malang, yang artinya saya jika pulang bisa turun di stasiun Tulungagung yang lebih dekat dari rumah ketimbang di stasiun Kediri.

Menurut saya kereta api yang baru ini (bukan gerbongnya yang baru, tapi trayeknya) dapat menjadi alternatif baru bagi yang mencari tiket yang tidak mahal (semoga tidak naik) dan mengutamakan kenyamanan. Memang seh untuk yang kelas ekonomi, harganya 2 kali lipat dari  kereta kahuripan yaitu Rp 80.000. Namun, ada nilai plus yang ditawarkan oleh kereta ini yaitu kebersihan yang lebih baik (jarang-jarang ada petugas kebersihan dalam kereta ekonomi) dan juga pembatasan pedagang asongan yang mau masuk gerbong. Tentu saja pembatasan pedagang asongan tersebut sangat berpengaruh pada kebersihan karena sampah yang paling banyak dihasilkan oleh transaksi jual beli makanan/minuman oleh pedagang asongan tersebut. Namun sisi kurangnya adalah kita harus turun dulu jika membeli makanan, itupun kalau keretanya berhenti agak lama. Kalau tidak mau repot kita bisa memesan makanan dari restorasi kereta namun tentu saja lebih mahal (dan selalu tidak mengeyangkan :D)

Kereta “Malabar” ini berangkat dari Bandung sore sekitar jam 15.30. Enaknya naik kereta pada sore hari melewati daerah pegunungan adalah bisa menikmati sinar matahari diwaktu senja yang sangat eksotis, melihat sawah-sawah berterasering, dan pemukiman perkampungan dari atas bukit. Lebih indah lagi, pada waktu itu gerimis turun mengiringi kereta kami, yang membuat di seberang bukit jauh melalui jendela sana terbentang suatu lengkungan karya Sang Pencipta, PELANGI’. Sayang saya tidak punya kamera, hanya bisa motret melalui handphone. Namun memori hari itu sungguh menyenangkan 🙂

 

village beneath mountain

village beneath mountain

 

rainbow over the train

rainbow over the train

 

montain in love...look at the auras color :)

montain in love...look at the auras color 🙂

February 15, 2010

Kenangan liburan di Jogja

Posting ini harusya setelah posting tentang kelulusan saya itu karena waktunya setelah acara sidang bulan Desember lalu.

Perlu diketahui bahwa keesokan harinya setelah sidang, saya dan Hanif, temen saya pelesir ke jogja untuk liburan dan sekalian merayakan “kebebasan” kami dari kejenuhan saat mengerjakan Tugas Akhir. Rencana itupun tanpa persiapan dan baru kepikiran selepas sidang.

– Cerita Dikit tentang Bus Bandung- JOgja :

Kita berangkat dari Bandung sore hari (magrib) dengan bus Kramat Jati jurusan Bandung-Solo. Dengan diiringi hujan bus itupun melaju ke arah timur pulau Jawa. Setelah berhenti untuk sholat dan makan di daerah Tasik saya baru sadar bahwa sopir bus tersebut hanya satu orang. Bayangkan, untuk perjalanan jauh atar propinsi yang ditempuh dalam waktu 11 jam tentu sangat riskan jika tidak ada sopir pengganti. Nahh, akhrinya hal yang saya khawatirkan terjadi juga…

Ketika hampir memasuki perbatasan Jawa Barat – Jawa Tengah sopir tersebut terlihat sangat mengantuk. Indikasi pertama adalah beliau(karena sudah umur) sering menguap. Laju bus nya pun dipelankan dan tersalip oleh para armada lain. Saya dan Hanif yang duduk pas di belakang sopir tentu sangat takut mengetahui hal itu. Kami berdua tidak bisa tidur dan terus berbincang berharap agar suara yang kami keraskan terdengar oleh sopir dan dia tidak jadi ngantuk.

Akhirnya, walaupun sampainya agak telat namun kami lega telah sampai jogja dengan selamat selepas subuh. Kami langsung mencari musholla  dan sholat subuh sebelum menuju ke tempat neneknya Hanif.

– Hari Pertama di Jogja

Setelah kami sampai di tempat neneknya Hanif kami mandi dan sarapan yang disediakan oleh tantenya. Walaupun cuma tidur dikit dan tidak nyenyak dalam bus namun kami merasa tidak capek bahkan sangat bersemangat untuk langsung jalan-jalan di kota Jogja. Rencana kita pagi itu adalah ke Pantai Parangtritis yang saya belum pernah melihatnya walaupun sudah berkali-kali ke Jogja. Kami menuju Parangtritis dengan menaiki bus jurusan “Paris” yang merupakan singkatan dari Parangtritis. Bus trayek tersebut didominasi oleh bus-bus jelek yang mungkin sudah tidak layak jalan lagi dan pastinya akan tidak lolos juga kalau uji emisi. Pokoknya lebih parah dari kopaja atau metromini. Dalam perjalanan teman saya bergumam ketika melihat para nenek tua yang baru pulang dari pasar dengan semangatnya . Rata-rata umur mereka sekitar 65-75 tahun. ” Terlihat sekali bahwa kalau disini (Jawa red.) orang-orang tuanya masih mau kerja” katanya . “Iya, kalo di jawa orang tua itu malu kalo menyusahkan anak” jawabku.  Lalu dari itu kami memperpanjang bahasan tentang orang Jawa Tengah, Jawa Timur,  Sunda, Betawi dan masing-masing karakternya.

Setelah kami tiba di Pantai Parangtritis, ternyata saya tidak begitu tertarik oleh pemandangannya. Sangat standar dan sangat panas karena pada waktu itu hampir tengah hari. Karena itu saya dan Hanif hanya makan soto di dekat pantai. Setelah itu kami sholat Dhuhur. Namun ternyata si Hanif kurang puas makan soto tadi, jadi dia jajan lagi mie sedangkan saya hanya pesan minum sambil makan udang pasir goreng yang hampir mirip serangga. Walapun bentuknya aneh begitu, tapi rasanya enak dan renyah.  Setelah itu, kami pulang ke ke arah kota Jogja…

udang pasir krispi

– Malam Hari di Jogja

Dengan motor butut milik Pamannya Hanif, kami berkeliling2 Jogja. Pertama kami ke tempat saudara saya di daerah kotagede yang lumayan jauh. Dengan suasana malam dan motor butut menjadikan nuansa kebudayaan dan etnik khas jogja terasa kental. Ada sisi romantisme dan pesona gairah malam kota yang menjadi pusat budaya Jawa ini. Seadainya malam itu yang saya bonceng bukan cowok, tentu saja malam itu menjadi malam yang sangat romantis 😀

Setelah ramah tamah dan makan ikan lele di tempat saudara saya, kemudian kami menuju ke Pendopo deket malioboro untuk nonton wayang kulit. Sebenernya se kami juga agak nervous juga masuk, nanti ternyata acara itu hanya untuk kalangan terbatas, namun ternyata pendopo itu terbuka untuk umum. Ternyata wayang kulit itu merupakan rangkaian acara  1 suro/ Muharram (tahun baru Islam). Dalam pementasan wayang kulit itu menceritakan Arjuna (tokoh ksatria) yang berhasil menyelamatkan kahyangan dan akhirnya mendapat kehormatan menjadi raja di kahyangan. Bahasa yang dipakai dalam pementasan wayang kulit adalah bahasa Jawa Kawi (lama) yang sangat jarang orang yang bisa dengan baik, yang dari sekian jarang itu diantaranya tentu saja sang dalang. Namun walaupun kami kurang mengerti, kami tetap menonton sampai pagi. Terlihat si Hanif mulai dari tengah malam sampai subuh dalam kondisi setengah sadar, dan saya pun sebenernya juga kadang tertidur. Pementasan itu usai menjelang subuh, dan setelah sholat subuh kami pulang….

motor butut

wayang kulit di pendopo jogja

– Hari Kedua :

Saya diajak ke kaliurang, katanya se dari situ bisa melihat bekas lahar merapi. Akhirnya setelah janjian dengan sepupunya Hanif kami berangkat ke kontrakan sepupunya tersebut. Setelah itu kami berangkat ke kaliurang dengan naik motor. Saya membonengkan Hanif, dan si sepupu dengan cowoknya. Ternyata kawah itu jauh juga.  Hampir 40 menit kami menempuh perjalanan. Setelah sampai di kawah udara terasa lebih dingin, karena memang diatas gunung. Pengunjung juga banyak yang berwisata ke tempat itu, walaupun tidak seramai di Tangkuban Perahu.

di bekas lahar merapi

Merapi merupakan gunung yang aktif dan aktivitasnya terus dimonitor karena seringnya aktivitas vulkanik. Disitu juga terdapat bungker tempat perlindungan untuk apabila ada letusan dan laharnya membanjir. Namun bungker tersebut terbukti tidak berhasil, karena pada waktu letusan beberapa orang yang berlindung disitu malah menemui ajalnya. Akhirnya bungker itu tidak dipakai lagi dan hanya berisi pasir dan tanah, mungkin juga material bekas aliran lahar.

useless bungker

—-

Setelah capek naik turun dan juga sudah sore kami bergegas pulang. Si sepupu (yang saya baru inget namanya Anisa) Kembali ke kontrakannya, dan kami pulang ke rumah neneknya Hanif.  Thanks a lot to Anisa with that pleasure’ 🙂

Setelah merasa capek saya sudah hilang, saya mengemasi barang-barang untuk sekalian pulang ke Trenggalek Jawa timur. Karena dari jogja ada bus 24 jam untuk jurusan surabaya, maka saya tidak bingung dan tidak perlu khawatir kemalaman. Setelah Sholat Ashar, saya pamit untuk pulang dan dianter oleh Hanif ke halte trans Jogja. Sebenernya saya mengajaknya untuk ikut, namun karena berbagai alasan akhirnya dia tidak bisa dan masih 2 hari di jogja sebelum kembali ke Jakarta.

Akhirnya dengan sisa-sisa capek, saya meluruskan otot saya di bus Jogja- Surabaya yang menyisir beberapa kota melintasi bagian tengah dan timur pulau Jawa….

FIN