Posts tagged ‘jalan jalan’

January 23, 2011

Long Saturday Night(2)

Lampion Warna-warni dan Musisi Malam  ( I love this night )

Ketika pulang dari undangan makan malam saya dan temen saya[Vokalis Lila- kata anak2] – bukan lyla 😀 ,melewati jalan tamansari sekitar kebun binatang bandung yang lengang. Lalu sekilas mata saya tertuju pada arah kiri jalan. Ada galeri seni yang  membuat jalan yang sepi dan gelap itu menjadi agak tidak menyeramkan. Galeri yang terletak diseberang tanah lapang yang digunakan untuk parkiran kendaraan kebun binatang pada siang hari. Karena sudah lama saya ingin melihat-lihat galeri itu akhirnya malem itu kesampaian juga. Saya mengajak belok ke gerbang galeri tersebut.Galeri seni itu terdiri dari galeri lukisan,ukiran, wayang, dan lain-lain.

Dan malam itu saya tertarik untuk melihat galeri lampion warna warni dan lampu tidur dengan bentuk unik dan penuh kreasi. Ada yang terbuat dari botol bir, ada yang bercorak batik dan macam-macam lagi. Dan ternyata, barang seni itu dijual juga. Dengan harga kisaran Rp 25-70 ribu mungkin bisa sangat menarik bagi orang yang suka dengan pernik tersebut atau para apresiator seni.

Sebenarnya sejarah galeri ini ada di sebelah kebun binatang bandung ini lumayan heroik dan “sedikit” tragis. Dulunya, para perkerja seni ini mempunyai tempat di Babakan Siliwangi dekat Sabuga. Babakan Siliwangi adalah mata air, bagi sekitar Bandung tengah(sekitar ITB). Mata air dalam arti yang sebenarnya maupun dalam arti yang lain mungkin, karena daerah ini merupakan daerah rindang dan juga pernah menjadi mata air produk air mineral Air Ganesha. Karena ada wacana lahan “Babakan Siliwangi” akan digusur untuk dibangun mall (bayangkan, jika ada MALL di dekat institusi pendidikan sekelas ITB, apa pemda sudah tidak bisa berfikir), maka para pekerja seni tersebut dipindahkan ke tempat yang “baru” yaitu didekat kebun binatang. Banyak diantara para pekerja seni tersebut protes, karena tempatnya tidak layak dan menyebabkan pendapatan mereka turun. Atau mungkin mereka kehilangan kreasi yang ditempat sebelumnya sangat rindang,lengang dan mendukung untuk memasukkan inspirasi apapun untuk mereka jadikan suatu karya. Entahlah, tapi insiden protes itu sempat diwarnai oleh pembakaran massal lukisan-lukisan oleh senimannya sendiri, Tragis…

Sepertinya saya melihat sendiri peristiwa pembakaran itu secara tidak sengaja lewat jalan itu 3 tahun yang lalu…dan mungkin harapan saya waktu itu untuk melihat tempat itu semakin baik terkabul

[sekitar 3 tahun berlalu]

Nuansa seni, Romantisme dan sedikit hembusan sisa sepi yang dibawa angin malam muncul di malam itu…

Malam itu ada pertunjukan musik oleh sekelompok musisi, mungkin juga pekerja seni ditempat itu untuk mengisi malam mingguan. Sekitar 2 keluarga, mungkin keluarga dari mereka sendiri menikmati musik yang teralun dari tiga orang di panggung kecil tersebut. Di tikar yang luas itupun tidak lebih dari 10 orang yang menikmati. Sisanya membawa kursi sendiri di belakang dan sambil wira-wiri dengan urusannya sendiri. Akhirnya dengan sedikit canggung saya duduk di tikar itu bersama menikmati lagu. Terlihat dinginnya malam itu terhapus oleh ceria karena request para ibu itu akhirnya dibawakan oleh penyanyi dan juga boleh maju untuk dinyanyikan sendiri. Bahkan ada lagu sunda yang berjudul “Bromo” yang sangat ceria dan sedikit emosional karena seolah terhanyut pada suatu kenangan. Setelah agak malam kami meninggalkan alunan musik itu dan terdengar semakin lirih…sambil teringat adik kelas baru masuk yang saya suruh bawa motor sendirian pulang tadi, takut tersesat 😀

Tags: ,
January 23, 2011

Long Saturday Night(1)

Mainan kok mahal banget yah

Setelah magrib, tiba-tiba ada salah seorang adik kelas yang mengabarkan bahwa ada Undangan Makan Malam @ciwalk oleh mas Liya (inget, Liya yang ini cowok). Oke, kebetulan juga saya blom makan malam. Akhirnya kami berangkat berempat dengan motor.

Sampai di ciwalk ternyata sudah banyak temen-temen yang menunggu. Kita masuk ke sebuah warung bento&ramen(gak usah disebutin nama ya :D). Lumayan rame sampe-sampe tempat duduknya (uyel uyelan-jawa) karena kita rombongan banyak (lebih 10 orang).

— di saat makan gak sempet foto-foto, karena harus fokus dan nervous pada dua bilah sumpit (saya kaga bisa make sumpit)- hehe

waktu jalan pulang saya terhenti oleh etalase mainan miniatur superhero dan lain-lain. Kayaknya asyik juga tuh dikoleksi. Tapi harganya, bikin geleng-geleng kepala. Bayangkan saja, hanya mainan untuk pajangan yang gak punya fungsi apa-apa harganya 200-300 rb. Terbayang nanti kalo punya anak harus sabar dan bijaksana. Jadi inget waktu dulu, masih umur 3 tahun dibelikan oleh2 oleh bapak yang baru pulang dari penataran berupa miniatur helikopter pake baterai (kayaknya se barang mahal waktu itu) . Lalu keberlangsungannya mainan itu ?? cuma semalem, karena besoknya sudah patah tidak bisa dipake 😀 .Lalu miniatur pesawat (karena dulu pengin jadi pilot), nasibnya sama juga gak sampe seminggu rusak. Keren amat reputasi saya sebagai destroyer ya? 😀

— btw ini foto2 mainan TGTM. saya namain tgtm untuk  tanpa guna tapi mahal–

Tags: ,
January 8, 2011

Sederhananya Pemikiran dan Salah Kaprah

Sholatuloh, shalatmulloh…ngala toha rosulillah

kira-kira begitulah suara pujian sesudah Adzan di masjid, pada waktu saya liburan di rumah teman saya. Pati, Jawa Tengah

Bolehlah kalo lidah jawanya memang sangat kental, jadi bahasa apapun jadi medok. tapi kalo “salamulloh” diganti “shalatmulloh”…ya ndak karu-karuan itu namanya

Apa ndak ada yang memberi tahu, atau jangan-jangan memang ya hal tersebut adalah suatu yang dianggap wajar. Saya kira banyak yang mengerti agama. KH Sahal Mahfudz, juga berasal dari Pati.

Menurut saya pemikiran orang di desa atau kampung biasanya sangat sederhana. Apalagi orang-orang generasi yang cukup tua. Secara praktis mereka kurang tertarik untuk mengikuti perubahan yang ada apakah itu tekonologi,politik, ataupun sistem yang baru. Meskipun ada juga yang suka membahas politik, namun hal tersebut tidak untuk tujuan tertentu hanya sebatas bertukar pikiran dan perspektif.

Adat dan budaya nenek moyang juga sangat mempengaruhi pola pikir orang pedesaan. Mereka sangat menjaga tradisi dan bahkan ada yang beranggapan pembaharuan itu menyalahi norma jika bertentangan dengan tradisi. Karena kerasnya masyarakat pedesaan khususnya di jawa menerima suatu hal yang baru, maka ketika wali songo menyebarkan Islam di jawa mereka menggunakan cara-cara yang dibungkus dengan kebiasaan atau tradisi mereka sebelumnya. Tujuannya tentu saja bukan membuat suatu corak baru dalam Islam, namun lebih kepada dakwah yang efektif. Sunan Kalijogo misalnya menyisipkan nilai-nilai Islam melalui gamelan dan wayang. Sarung, juga merupakan akulturasi budaya hindu yang dimasukkan Islam.

Salah Kaprahnya, terkadang orang tua memandang bahwa esensi budaya itu lebih prestigius ketimbang esensi agama itu sendiri. Lihat saja ketika aktivitas keagamaan, seolah-olah memakai sarung dan kopyah adalah sunnah muakkad tanpa tahu mengapa mereka diajarkan memakai sarung ketika ke masjid oleh orang tua dan syariatnya. Lebih jauh lagi asal usul sarung tersebut, pasti sangat sedikit yang mau tahu. Jadi ketika ada Imam masjid yang sudah moderat dan suatu saat pada waktu menuju masjid untuk jadi imam dia menggunakan celana jeans, maka pasti akan banyak yang memincingkan mata takut si Imam sedang kesambet(kerasukan hal aneh). Padahal esensi sarung dan jeans sama untuk menutup aurat. Sama saja senyampang jeansnya syar’i, rapi , sopan.

Begitu juga dengan budaya tahlilan orang meninggal, 40 hari, 100 hari, 1000 hari. Menurut budaya pedesaan itu adalah sunah sangat muakkad mendekati wajib. Loh?? saya jadi bertanya pada para kyai yang tahu betul sejarah,syariat dan esensinya, apakah mereka pernah sharing tentang esensi hal-hal tersebut diatas dan mengubah paradigma masyarakat. Saya rasa kurang komprehensifnya pendidikan agama itu sangat urgent dan vital. Takutnya ya itu tadi, esensi budaya akan berada diatas esensi agama. Padahal bagi umat Islam, Ajaran agama Islam adalah Way of Life. Syariat Islam adalah landasan utama. Maka tentu saja, seseorang harus bisa membedakan mana yang syariat dan mana yang budaya. Mana budaya yang mubah(boleh) dalam syariat, dan mana yang haram(tidak boleh). Kenapa harus begitu? ya tentu saja karena ingin selamat khan. Dan selamat itu juga gak asal-asalan, gak ngawur. Sama seperti menyeberang jalan. Harus hati-hati, lihat lampu lalu lintas, dan tahu kapan jalan dan kapan berhenti.

November 17, 2010

Seminggu Lalu (part 2)

Jumat pagi, Setelah malemnya ribut, untuk menginstall laptop mini (netbook),akhirnya paginya kelar juga. Btw lumayan juga ternyata Lenovo S10 yang barusan saya beli (Bukan uang saya seh, saya cuma belanjain saja,hehe) untuk adik saya. Dengan Harga 2.7xx udah dapet spek yang lumayan. Dan yang paling keren menurut saya adalah kapasitas harddisk nya 300GB, 3 kalinya laptop saya.ckckck.

Sebenernya saya gak akan tergesa-gesa kalau Ibu saya gak menelepon bahwa beliau akan ke Jakarta, karena ternyata adik saya sedang sakit. Dan saya disuruh untuk kesana sekalian membawa laptopnya kalo udah dibeli.

Sorenya saya bingung, mo berangkat kapan. Akhirnya saya sms Hanif temen saya gimana kalo ntar malem saya ke Jakarta dan nginep dirumahnya. Dia bilang ok,dan saya akhirnya terburu-buru untuk mencari travel. Nah lho, akhir pekan ternyata travel sudah banyak habis. Yang biasanya tiap jam berangkat, jadi harus waiting list dulu. Karena berfikir saya males nunggu di salah satu biro travel,saya muter-muter saja ke tempat-tempat travel yang lain(untungnya di bandung banyak pilihan),langsung Tanya “adanya jam berapa mbak??”…,dan setelah mendapat jawaban “18.30”dan mbak yang jawab juga cakep(apa hubungannya yah?:D) saya ikut pemberangkatan itu. Lumayan bisa sholat magrib dulu, seharusnya mandi dulu juga sempet tapi males karena cuaca sedang dingin.(alesan kayaknya),hehe

Waktu di angkot(eh, travel) saya bergumam,”ini akhir pekan ngapain gw ke Jakarta? Padahal orang Jakarta pada liburan ke Bandung”…dan setelah saya timbang, telaah, dan renungkan jawabannya adalah “untuk menyeimbangkan ekosistem Jakarta-Bandung” dimana kalo gak ada yang mobile ke arah Jakarta, maka bumi Bandung-Jakarta akan “njomplang”, kelebihan umat di Bandung…bandung akan ambles…tertelan bumi…tidak jadi dataran tinggi lagi tapi sejajar dengan permukaan laut (nakut2in mode ON)

Setelah saya turun dari travel dan naik angkot untuk menuju pasar Induk daerah mana gitu pokoknya kata smsnya hanif “turun di halte pasar induk”, hawa yang beda mulai memeluk saya. Iya, malem hari pun Jakarta gerah (panas). Turun dari angkot saya sms Hanif untuk dijemput. (Akhirnya sampe juga gw numpang tidur di rumah temen gw…:D)

Paginya setelah saya nyobain gitar listriknya hanif dan sarapan pagi,dan hanif sudah puas nonton spongebob, saya dan dia meluncur mencari kampus STAN di bintaro. Karena kosannya katanya deket kampus, artinya saya gak usah capek-capek nyari alamat rumah yang pastinya lebih kecil dan lebih tidak terkenal dari kampus STAN. Hehe…berangkat jam 9 dan nyampe STAN waktu dhuhur. He, Jakarta memang keren(macetnya). Untung hari itu mendung seharian, kalo tidak wajah saya yang ganteng ini udah meleleh dan cewek-cewek akan kecewa berat, kecewa karena gak sempet nampar dan nimpukin(ehh, kaburr). Yasudah karena sudah waktu dhuhur akhirnya saya nunggu adik saya di masjid depan kampus sekalian sholat (katanya sakit ternyata enggak, segar bugar gitu kok :P). Setelah itu kami berjalan ke kosannya yang disana Ibuk saya sudah menunggu…Hmm, Indahnya hari ini…(muter-muter sambil nyebarin bunga ala tom and jerry)…

Lalu kami makan…makan siang’…

kemudian saya dan Ibuk,dan hanif menuju tempat saudara…(sekalian berkunjung)

Tak terasa hari itu Jakarta penuh dengan orang Jawa dan Minang…keluarga om saya ditambah Hanif yang juga keturunan padang 😀

Ashar, saya dan Hanif pamit duluan karena harus balik ke Bandung, sementara Ibuk masih tinggal di om. Ditemani gerimis sesekali hujan ,dan hujan sesekali gerimis, kami naik bus ke Kampung Rambutan. Saya tidur sementara Hanif asyik ngehabisin rujak mangganya yang dibeli sebelum naik bus tadi. Di pasar rebo hanif turun, dan kita berpisah disitu. Gak ada tangisan, yang ada saya senang karena akan kembali bebas dari hiruk pikuk kota Jakarta…:D

Nyampe di Bandung Jam 10 malem….(bisnya pasti tadi muter2 :D)

 

Tags:
June 2, 2010

jurusan Trenggalek-Kediri-Malang [one week vacation-part 2]

Turun dari kereta pagi hari lumayan seger, di Stasiun Tulungagung. Sambil nunggu Babe yang mau jemput saya duduk-duduk di depan stasuin. Beberapa saat kemudian mobil yang sudah familiar berhenti dan aku langsung mengungkit gagang pintu. “tak kirain agak siang” kata babe, lalu mobil meluncur ke arah barat kota Tulungagung.

Sesampainya di rumah, Ibu bilang “itu lho, babemu nyembelih menthok (enthok/itik.red), katanya emang buat kamu”. Saya cuman melirik ogah-ogahan sambil bergumam “halahh, paling juga nanti yang ngabisin paling banyak tetep Babe”. Lalu saya bergegas mengeluarkan jajan “pisgornak” yang babe katanya pengen dibeliin lagi karena kesengsem dulu pas wisudaan beli di gasibu. Sebenernya itu makanan buat dimakan hangat, tapi karena katanya ibuk kmaren sewaktu sampe dirumah besoknya masih enak, yasudah saya beliin.

Begitu dirumah, saya langsung jadi orang yang gembul. Bagaimana tidak, masakan Ibuk selalu paling enak dan melimpah ruah.Lalu ditambah lagi jika saya “dolan” ke rumah bulek dan embah di seberang RT, saya pasti makan lagi. Trus ibuk ternyata malah sudah buat “peyek” yang memang dulu saya pernah minta dikirim, yang gak sempet terkirim. Sebenernya peyek biasanya untuk tambahan lauk, tapi ini peyek istimewa, sekali mengunyah pasti akan ambil lagi dan lagi (dan teman-teman di bandung pun bilang gitu waktu saya bawain) karena itu peyek buatan ibu ini lebih enak  sebagai “camilan”(mungkin ntar bisa diekspor, hehe). Dan akhirnya hanya 2 hari dirumah saya sudah gemuk(lagi) 😀

Besoknya,waktu saya buka facebook saya jadi ingat ternyata saya sudah janji dengan teman saya untuk main ke Malang. Setelah sms an akhirnya kami menentukan untuk berangkat sabtu pagi dari kediri. Sabtu pagi saya naik bus dari Trenggalek ke Kediri, lalu kami berangkat ke Malang dengan sepeda motor. Kami 4 orang dengan 2 sepeda motor.Aku, Luhur, Aripin, dan Jawa. Perjalanan sekitar 3 jam akhirnya mengantarkan kami ke sebuah kontrakan teman kami Fida,yang kuliah di Universitas Brawijaya, Malang. Namun ternyata Fida masih di kantor dan akhirnya kami menentukan untuk cari ” makan siang” dulu. Saya mengusulkan bagaimana kalo di dalam kampus UB saja yang suasananya gak mbosenin kalo sambil nunggu Fida, dan kita pun berangkat. Ketika kami sampai di kampus ternyata sudah dhuhur, lalu kita bergegas memarkir motor di sebelah masjid Raden Patah (betul yaa??) dan mengambil wudhu untuk sholat. Setelah sholat kami menselonjorkan diri di emperan masjid, lalu tiba-tiba ada bapak-bapak menawarkan kami untuk makan bersama dengan halaqoh di belakang kami yang sedang menutup acara kajian dengan makan-makan. ” wahh, rejeki emang gak kemana. Bener deh aku ngajak kesini” gumamku. Akhirnya dengan setengah malu-malu kami (kecuali aku,hehe) bergegas menghadap “lemper” atau nampan tempat nasi yang digelar untuk dimakan bareng. Di nampan itu sudah ada nasi, ikan, dan sayur. Satu nampan ya untuk 4 atau 5 orang, dan kami menghadap 1 nampan dengan disamping bapak tadi. Ahaha…Saya agak kikuk waktu makan, karena gak terbiasa makan dengan “muluk” atau dengan tangan kosong. Apalagi nasinya disiram kuah encer sehingga menjadi “kepyar”, sehingga dengan tangan kosong mengepal nasi dari nampan menuju mulut saya…praktis berceceran’. biarin” hihihi

Pada waktu makan kami dan Bapak yang sangat ramah tadi berbincang-bincang dengan akrab mulai dari topik kuliah, pekerjaan, dan pandangan serta pengamalan Agama Islam dalam kehidupan sehari hari. Setelah nasi di nampan habis perbincangan yang asyik itu tetep dilanjutkan sampe bapak itu pamit. Satu hal yang dapat saya ambil dari halaqoh tersebut yaitu orang-orangnya sangat terbuka dan asyik untuk diajak berdiskusi.

Dengan uang yang masih untuh karena dapat makan siang gratis, kami kembali ke rumah kontrakan Fida, yang ternyata fida sudah menunggu. Kami beramah tamah sambil nonton televisi dan bergurau kesana kemari. Aripin sibuk menghubungi temen-temen yang akan berencana mengajak ke acara “ Malang Tempo Dulu” yang merupakan festival budaya tahunan di kota Malang yang katanya sangat menarik. Kami sepakat untuk berangkat bareng sehabis magrib…

Sehabis magrib kami bergegas ke UB karena janjian untuk berkumpul disana. Ternyata di sebelah Malang Town Square sudah ada Toesa, dan Wahyu. Setelah menunggu sebentar Fida menjemput Faris, kami berangkat ke Jalan Ijen yang merupakan tempat diselenggarakannya Festival itu. sampai juga akhirnya di seberang jalan ijen…dan Mau tau apa yang terjadi??? SESAK’. Bener-bener macet dengan lautan manusia yang tidak terkendali dan saling berdesak-desakan. bener2 ramai. Namun akhirnya ketika sampai ditengah-tengah kami agak bisa bernafas dan bisa lihat nuansa etnik yang ditawarkan oleh sepanjang jalan yang kami lewati. Ada pertunjukan kesenian, jajanan khan tempo dulu, dan juga dresscode para pengunjung yang memang bersiap untuk festival tersebut, semuanya bernuansa etnik dan unik. Bahkan ada juga yang gak berhubungan sama sekali dengan tempo dulu…misalnya seseorang yang ngawur pake seragam anak SD’ (hahaha…mungkin maksudnya “ini aku “Tempo Dulu” waktu masih ingusan”) 😀

— sayang foto-fotonya gak ada di saya—

@ Luhur dan Wahyu :, fotonya mana hoi?? 😀

——————————————————————————- 0 ————————–

Besoknya setelah mengantar Jawair yang Ingin pulang duluan bareng Toesa, kami mampir dulu ke warung pecel madiun untuk sarapan dengan Jawa dan Toesa juga ikut. Disitu kami bertemu dengan teman kami waktu SMA yang bernama Fajar. Fajar dulu pernah sekosan dengan saya pada waktu SMA beberapa bulan. Rupanya dia sudah lulus dari Unair, dan sekarang sudah kerja di PT Sampoerna. Dia bersama pacarnya. Setelah beberapa saat berbincang Fajar dan pacarnya pamit duluan.

Setelah itu Saya, Fida dan Luhur kembali ke kontrakan fida. Sore harinya Saya , Aripin, Luhur dan Fida mengitari malang mencari kuliner yang tepat untuk hari itu (maksudnyaa apa?) 😀 . Lalu kami berhenti di depan stasuin Malang dan masuk di warung pujasera yang berlabel ” Warna Warni”. Kami memesan makanan disitu, dan alangkah gembiranya saya ketika dalam list menu itu terdapat mie hijau yang sudah sejak lama saya pengin merasakan. Akhirnya saya pesan menu tersebut dan minuman..

 

 

mie ijo

mie ijo

 

katanya Fida mie hijau itu terbuat dari bayam. (Masak seh???) 

Rasanya?? lumayan….tidak terlalu amis seperti mie ayam sebangsanya.

 

 

 

 

 

 

 

 

lalu kami menuju dekat Dieng plaza untuk karaoke-an di Nav.(karaokean?? apa se itu) Fida yang ngajak. Saya se ogah-ogahan sebenernya…haha. Dan saya beruntung karena antriannya penuh. Akhirnya kita menuju Dieng Plaza. Muter-muter dan akhirnya berhenti pada game zone. Kami bergantian memainkan senam kaki dengan lagu(apa itu namanya??dancefloor??). Bisa diduga…saya paling payah dalam menyingkronkan sensor mata dengan impuls ke kaki. 😀 . Kami berhedon ria seolah masih SMA dan umur layaknya hura-hura (kalo saya dan Luhur se masih pantes, haha)

 

 

dance

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

setelah puas juga dalam permainan lain….huahh…akhirnya…pulang ke kontrakan dengan capek’….  🙂

Tags: ,