Archive for February, 2010

February 23, 2010

Edukasi Pasar Islam

Masjid dan Pasar

Setiap ada pembangunan kawasan perumahan, kaum muslimin biasanya hanya berpikir untuk membangun masjid, tidak ada yang berfikir sedikitpun untuk membangun pasar. Padahal institusi pasar ini sangat penting sebagaimana Rasulullah SAW ketika hijrah ke Madinah yang pertama dibangun adalah masjid, kemudian berikutnya adalah pasar bagi kaum muslimin.

Begitupun zaman Khalifah Umar Bin Khattab ra, masjid dan pasar medapat perhatian yang besar sehingga perencanaan keduanya sangat nampak dalam setiap pembangunan kota. Umar memerintahka agar disetiap kota dibangun masjid dan pasar. Masjid sebagai pusat peribadatan dan keilmuan sedangkan pasar sebagai pusat perdagangan.

Pendirian, pengaturan dan Pengawasan Pasar

Perhatian Umar bin Khattab ra mulai dari pendirian pasar, pengaturan dan pengawasannya. Dari sisi pendirian, Umar memerintahkan untuk mendirikan pasar untuk umat Islam di setiap tempat yang ditinggali umat Islam, maka rencana pasar sesuai dengan rencana tempat tersebut.

Dari sisi pengaturan dan pengawasan pasar, Umar mempuyai perhatian yang besar terhadapnya. Umar berkeliling sediri di pasar-pasar untuk mengawasi transaksi di dalamnya, padahal dia adalah khalifah.

Beliau membawa tongkatnya untuk meluruskan penyimpangan dan menghukum orang yang menyimpang (Ibnu Sa’ad ath- Thabaqat al-Qubra 5/43-44, Ibnu Hajar, al-Ishabah 4/143, Al-Muttaqi al-Hindi, Kanzu al-Ummal di Sunan al-Aqwal wa al-A’fal 5/815).

Umar juga menunjuk para pegawai untuk mengawasi pasar(muhtasib). (ibnu Abdul Barr, Al- Isti’ab 4/341, Ibnu Hizam, Al- Mahalla 8/527, Ibnu Hajar, al-Ishabah 8/202)

Hisbah(Pengawasan) terhadap Pasar

Tujuan dari kekuasaan atas pasar pada masa Umar adalah menjalankan pengawasan pasar untuk menjamin kebenaran transaksi dari setiap penyimpangan dari jalan yang benar dan mengambil harta yang harus diambil dari pasar untuk kebaikan baitul mal.

Secara umum tujuan dasar pengaturan pasar adalah mewujudkan kebaikan semua orang yang bertransaksi di pasar yaitu penjual dan pembeli. Sebagaimana pegaturan tersebut ditujukan untuk memerangi segala sesuatu yang menghalangi kebebasan bertransaksi di pasar yang bisa membuat umat terzalimi. Berikut ini detail tujuan terpenting dari pengawasan pasar dan aturan transaksi didalamya : (Ath-Thabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk 5/17-18, Ibnul Atsir, Al-Kamil 2/374)

1 Kebebasan keluar masuk pasar

Agar pasar tetap terbuka bagi semua orang yang bertransaksi di dalamnya, maka Umar ra tidak memperbolehkan untuk membatasi setiap tempat di pasar atau menguasai tempat tanpa memberi yang lain tetapi membiarkan orang memilih tempatnya di pasar selama dia masih berjual beli. Apabila dia sudah selesai maka tempat tersebut untuk siapa saja yang lebih dahulu datang.

Umar melarang klaim tempat/kios di pasar menjadi milik pribadi tertentu, maka ketika Umar melihat kios/lapak yang dibangun oleh seseorang di pasar maka Umar merubuhkannya. (Ath-Thabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk 5/220)

Berbeda pada zaman kegelapan sekarang ini, setiap lapak dimiliki oleh pribadi tertentu dan bisa diperjualbelikan sehingga orang lain tidak bisa memanfaatkannya (inilah pasar riba dan monopoli). Hanya orang yang mempunyai uang saja yang bisa masuk pasar, sedangkan orang miskin/lemah tidak bisa masuk pasar.

Umar tidak mengizinkan bagi seseorang untuk menghalangi gerak manusia dengan mempersempit jalan mereka ke pasar dan memukul orang yang melakukannya dengan tongkat sambil berkata,” Enyahlah dari jalan!”. (Al-Fakihi, Akhbar Makkah 3/245-247, Ibnu Hajar, Faatul Baari 3/526-527)

Kita lihat hari ini, sudah menjadi pemandangan sehari-hari, para pedagang kecil yang dikejar-kejar dan digusur dari pinggir jalan. Mereka tidak bisa masuk pasar karena tidak punya hak sedangkan dagang di pinggir jalanpun digusur pula. Apakah ini yang disebut pasar bebas?

Jadi, pasar bebas yang didengung-dengungkan sekarang ini adalah sebuah bualan belaka karena sebetulnya adalah pasar tertutup alias pasar riba dan monopoli. Kalau memang pasar bebas, apakah setiap orang bisa bebas masuk pasar?apakah pedagang kecil bisa ikutan?

2. Mengawasi cara penawaran para pedagang

Umar ra dalam pengawasan pasar adalah menunjukkan para pedagang tentang cara-cara menawarkan barang dagangan(promosi) yang menyebabkan lakunya dagangan mereka. Umar memperbolehkan menawarkan barang dagangan dengan cara yang menarik dan menghiasinya dengan syarat dibangun diatas kejujuran.

Dengan kata lain, tidak boleh melewati batas kebenaran dalam menyebutkan dagangannya. Adapun selama ada dalam ruang kebenaran maka tidak ada larangan untuk memamerkannya denga indah dan menghiasinya dengan hal yang bisa menarik para pembeli.

Umar ra berkata,”Tidak masalah bila kamu menghiasi barang daganganmu sesuai apa yang ada padanya”. (Muhammad Abdul Mun’im Afar& Muhammad bin Said Nahi al-Ghamidi, Ushul al-Iqtishad al-Islami, hal.242)

3. Larangan menimbun barang

Penimbunan barang adalah halangan terbesar dalam pengaturan persaingan dalam pasar Islam. Hal tersebut dikarenakan pengaruhnya terhadap jumlah barang yang tersedia dari barang yang ditimbun,dimana beberapa pedagang memilih untuk menahan barang dagangannya dan tidak menjualnya karena menunggu harga naik.

Perilaku menimbun barang ini menzalimi manusia, maka Umar menghadapinya dengan tegas dan keras, untuk selanjutnya melarang para penimbun barang berdagang di pasar Islam. Umar ra berkata,”Janganlah menjual barang di pasar kami seorang penimbun barang!”. (Jaribah bin Ahmad al-Harisi, Al-Fiqh al-Iqtishadi, li Amiril Mu’minin Umar bin Khaththab)

4. Mengatur perantara perdagangan

Perdagangan tidak bisa lepas dari perantara yang masuk di antara penjual dan pembeli. Perantara pedagang dibutuhkan karena banyaknya barang dan jasa, banyak jenisnya, meluasnya wilayah perdagangan dan kesulitan hubungan langsung antara berbagai pihak.

Disamping mengetahui pentingnya perantara perdagangan, membiarkannya tanpa aturan bisa menyebabkan adanya penyalahgunaan dan tugas sebenarnya dan menjadi cara untuk menipu dan monopoli.

Hal ini bisa merusak persaingan, maka harga tidak stabil sesuai dengan sunnatullah, akan tetapi terjadi kesewenang-wenangan dari beberapa pedagang perantara yang menyebabkan harga naik.

Umar memerintahkan untuk melaksanakan pesan Nabi Saw,”Dan janganlah orang yang tahu mejual kepada orang yang tidak tahu”. Umar memerintahkan untuk menunjukkan para pedagang dari badui ke pasar, memberitahukan kepada mereka jalan menuju pasar, agar dia mengetahui dengan sempurna keadaan pasar dan harga-harga serta mereka bisa sampai ke pasar serta menjual barang dagangannya sesuai kehendaknya.

Umar ra berkata,”Tunjukkan mereka ke pasar, tunjukkan mereka jalan dan beritahu mereka tantang harga”. (Muhammad Abdul Mun’im Afar, al-Iqtishad al-Islami 2/231)

5. Mengawasi harga

Umar ra memiliki perhatian yang besar dalam mengikuti perkembangan harga dan mengawasinya. Ketika datang utusa kepadanya, maka maka baliau bertanya tentang keadaan mereka dan harga-harga pada mereka. (Shaluhuddin Namiq, An-Nuzhum al-Iqtishadiyah al-Mu’ashirah wa Thatbiqatuha, hal.370)

Islam menganggap kenaikan harga sebagai suatu musibah atau bencana yang turun karena dosa manusia. Hal ini terjadi ketika harga-harga naik pada masa Rasulullah Saw dan umat Islam datang kepada baliau untuk menentukan harga.

Maka Rasulullah Saw bersabda,”tetapi aku berdoa…”(Al-Azhim Abadi, Aun al- Ma’bud Syarh Sunan Abi Dawud 9/250). Artinya aku menghadap Allah agar menghilangkan mahalnya harga dan meluaskan rizki”. (HR Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)

6. Pengawasan barang yang diimpor dan mengambil ‘Usyur(pajak) 10%

Umar telah menunjuk muhtasib(pengawas pasar). Diantara tugasnya adalah mengawasi barang yang diimpor oleh orang-orang kafir, maka mereka mengambil ‘usyur(pajak sepersepuluh/10%) dari barang tersebut dengan tingkatan yang berbeda sesuai pentingnya barang tersebut dan kebutuhan umat Islam kepadanya. ‘Usyur itu diwajibkan untuk orang kafir, bukan untuk kaum muslimin.

Jadi, pembangunan Pasar Islam sama pentingnya dengan membangun masjid. Perlakuannya pun hampir sama yaitu tidak boleh mengambil untung/sewa dari kaum muslimin yang ingin memanfaatkannya. Sumber biaya operasional Pasar Islam sama dengan Masjid yaitu waqaf, infaq dan shadaqah.

Dengan membangun Pasar Islam, jangan takut untuk tidak bisa memenuhi biaya operasional pasar. Keberkahan InsyaAllah akan tumbuh di Pasar Islam karena Pasar Islam bisa mematikan riba dan menyuburkan sedekah.

(disalin dari buletin jumat Edukasi Pasar Islam, edisi 07/th.01)

Jadi ketika anda mau menjadi seorang pengusaha atau pedagang atau apapun dalam mecari rejeki, apakah akan mengabaikan begitu saja tatanan-tatanan Islam?? (pen)

February 15, 2010

Kenangan liburan di Jogja

Posting ini harusya setelah posting tentang kelulusan saya itu karena waktunya setelah acara sidang bulan Desember lalu.

Perlu diketahui bahwa keesokan harinya setelah sidang, saya dan Hanif, temen saya pelesir ke jogja untuk liburan dan sekalian merayakan “kebebasan” kami dari kejenuhan saat mengerjakan Tugas Akhir. Rencana itupun tanpa persiapan dan baru kepikiran selepas sidang.

– Cerita Dikit tentang Bus Bandung- JOgja :

Kita berangkat dari Bandung sore hari (magrib) dengan bus Kramat Jati jurusan Bandung-Solo. Dengan diiringi hujan bus itupun melaju ke arah timur pulau Jawa. Setelah berhenti untuk sholat dan makan di daerah Tasik saya baru sadar bahwa sopir bus tersebut hanya satu orang. Bayangkan, untuk perjalanan jauh atar propinsi yang ditempuh dalam waktu 11 jam tentu sangat riskan jika tidak ada sopir pengganti. Nahh, akhrinya hal yang saya khawatirkan terjadi juga…

Ketika hampir memasuki perbatasan Jawa Barat – Jawa Tengah sopir tersebut terlihat sangat mengantuk. Indikasi pertama adalah beliau(karena sudah umur) sering menguap. Laju bus nya pun dipelankan dan tersalip oleh para armada lain. Saya dan Hanif yang duduk pas di belakang sopir tentu sangat takut mengetahui hal itu. Kami berdua tidak bisa tidur dan terus berbincang berharap agar suara yang kami keraskan terdengar oleh sopir dan dia tidak jadi ngantuk.

Akhirnya, walaupun sampainya agak telat namun kami lega telah sampai jogja dengan selamat selepas subuh. Kami langsung mencari musholla  dan sholat subuh sebelum menuju ke tempat neneknya Hanif.

– Hari Pertama di Jogja

Setelah kami sampai di tempat neneknya Hanif kami mandi dan sarapan yang disediakan oleh tantenya. Walaupun cuma tidur dikit dan tidak nyenyak dalam bus namun kami merasa tidak capek bahkan sangat bersemangat untuk langsung jalan-jalan di kota Jogja. Rencana kita pagi itu adalah ke Pantai Parangtritis yang saya belum pernah melihatnya walaupun sudah berkali-kali ke Jogja. Kami menuju Parangtritis dengan menaiki bus jurusan “Paris” yang merupakan singkatan dari Parangtritis. Bus trayek tersebut didominasi oleh bus-bus jelek yang mungkin sudah tidak layak jalan lagi dan pastinya akan tidak lolos juga kalau uji emisi. Pokoknya lebih parah dari kopaja atau metromini. Dalam perjalanan teman saya bergumam ketika melihat para nenek tua yang baru pulang dari pasar dengan semangatnya . Rata-rata umur mereka sekitar 65-75 tahun. ” Terlihat sekali bahwa kalau disini (Jawa red.) orang-orang tuanya masih mau kerja” katanya . “Iya, kalo di jawa orang tua itu malu kalo menyusahkan anak” jawabku.  Lalu dari itu kami memperpanjang bahasan tentang orang Jawa Tengah, Jawa Timur,  Sunda, Betawi dan masing-masing karakternya.

Setelah kami tiba di Pantai Parangtritis, ternyata saya tidak begitu tertarik oleh pemandangannya. Sangat standar dan sangat panas karena pada waktu itu hampir tengah hari. Karena itu saya dan Hanif hanya makan soto di dekat pantai. Setelah itu kami sholat Dhuhur. Namun ternyata si Hanif kurang puas makan soto tadi, jadi dia jajan lagi mie sedangkan saya hanya pesan minum sambil makan udang pasir goreng yang hampir mirip serangga. Walapun bentuknya aneh begitu, tapi rasanya enak dan renyah.  Setelah itu, kami pulang ke ke arah kota Jogja…

udang pasir krispi

– Malam Hari di Jogja

Dengan motor butut milik Pamannya Hanif, kami berkeliling2 Jogja. Pertama kami ke tempat saudara saya di daerah kotagede yang lumayan jauh. Dengan suasana malam dan motor butut menjadikan nuansa kebudayaan dan etnik khas jogja terasa kental. Ada sisi romantisme dan pesona gairah malam kota yang menjadi pusat budaya Jawa ini. Seadainya malam itu yang saya bonceng bukan cowok, tentu saja malam itu menjadi malam yang sangat romantis 😀

Setelah ramah tamah dan makan ikan lele di tempat saudara saya, kemudian kami menuju ke Pendopo deket malioboro untuk nonton wayang kulit. Sebenernya se kami juga agak nervous juga masuk, nanti ternyata acara itu hanya untuk kalangan terbatas, namun ternyata pendopo itu terbuka untuk umum. Ternyata wayang kulit itu merupakan rangkaian acara  1 suro/ Muharram (tahun baru Islam). Dalam pementasan wayang kulit itu menceritakan Arjuna (tokoh ksatria) yang berhasil menyelamatkan kahyangan dan akhirnya mendapat kehormatan menjadi raja di kahyangan. Bahasa yang dipakai dalam pementasan wayang kulit adalah bahasa Jawa Kawi (lama) yang sangat jarang orang yang bisa dengan baik, yang dari sekian jarang itu diantaranya tentu saja sang dalang. Namun walaupun kami kurang mengerti, kami tetap menonton sampai pagi. Terlihat si Hanif mulai dari tengah malam sampai subuh dalam kondisi setengah sadar, dan saya pun sebenernya juga kadang tertidur. Pementasan itu usai menjelang subuh, dan setelah sholat subuh kami pulang….

motor butut

wayang kulit di pendopo jogja

– Hari Kedua :

Saya diajak ke kaliurang, katanya se dari situ bisa melihat bekas lahar merapi. Akhirnya setelah janjian dengan sepupunya Hanif kami berangkat ke kontrakan sepupunya tersebut. Setelah itu kami berangkat ke kaliurang dengan naik motor. Saya membonengkan Hanif, dan si sepupu dengan cowoknya. Ternyata kawah itu jauh juga.  Hampir 40 menit kami menempuh perjalanan. Setelah sampai di kawah udara terasa lebih dingin, karena memang diatas gunung. Pengunjung juga banyak yang berwisata ke tempat itu, walaupun tidak seramai di Tangkuban Perahu.

di bekas lahar merapi

Merapi merupakan gunung yang aktif dan aktivitasnya terus dimonitor karena seringnya aktivitas vulkanik. Disitu juga terdapat bungker tempat perlindungan untuk apabila ada letusan dan laharnya membanjir. Namun bungker tersebut terbukti tidak berhasil, karena pada waktu letusan beberapa orang yang berlindung disitu malah menemui ajalnya. Akhirnya bungker itu tidak dipakai lagi dan hanya berisi pasir dan tanah, mungkin juga material bekas aliran lahar.

useless bungker

—-

Setelah capek naik turun dan juga sudah sore kami bergegas pulang. Si sepupu (yang saya baru inget namanya Anisa) Kembali ke kontrakannya, dan kami pulang ke rumah neneknya Hanif.  Thanks a lot to Anisa with that pleasure’ 🙂

Setelah merasa capek saya sudah hilang, saya mengemasi barang-barang untuk sekalian pulang ke Trenggalek Jawa timur. Karena dari jogja ada bus 24 jam untuk jurusan surabaya, maka saya tidak bingung dan tidak perlu khawatir kemalaman. Setelah Sholat Ashar, saya pamit untuk pulang dan dianter oleh Hanif ke halte trans Jogja. Sebenernya saya mengajaknya untuk ikut, namun karena berbagai alasan akhirnya dia tidak bisa dan masih 2 hari di jogja sebelum kembali ke Jakarta.

Akhirnya dengan sisa-sisa capek, saya meluruskan otot saya di bus Jogja- Surabaya yang menyisir beberapa kota melintasi bagian tengah dan timur pulau Jawa….

FIN

February 8, 2010

Bandung dan Malang enakan mana??

Akhir-akhir kmaren saya kurang ngeh untuk ngisi  blog.  Setidaknya itu bukan karena saya sibuk banget, namun karena beberapa waktu lalu saya mliger-mliger( mobile terus) dari bandung-rumah trenggalek- malang. Maka otomatis saya gak bisa memiliki akses internet seperti di bandung.

Nah, karena sekarang saya memiliki banyak waktu luang maka saya bisa nulis lagi di blog…

Perjalanan bolak balik saya Bandung- Malang itu sebenernya diawali dari maen-maen aja ke temen yang dari SMA yang memang banyak yang kuliah di Malang. Di Malang sekitar 2 hari itu ternyata ada yang menarik saya untuk kembali lagi kesitu, Ya semoga saja nantinya dapat menjadi rejeki dan juga itung-itung belajar bisnis dari temen yang kuliah di jurusan bisnis 😀 hehe…jadi saya merampok ilmu secara gratis

Ketika di Malang saya sangat surpise dengan harga makanan yang sangat “miring” dibandingkan dengan Bandung. Menunya pun sangat variatif dan relatif lebih higienis. Walaupun berada di daerah kosan, namun setidaknya warung-warung atau kantin di daerah sekitar Universitas Brawijaya itu bersih. Tidak seperti di Bandung yang kurang memperhatikan kebersihan dan terkesan “jorok”, lingkungan kos di situ juga lebih tertata. Namun saat di kosan beberapa temen ada juga yang kurang bersih (seperti di Bandung) 😀

Secara geografis Malang dan Bandung relatif sama yaitu berada pada daerah pegunungan yang artinya udaranya dingin. Tentu saja jika disuruh memilih Jakarta/ Surabaya atau Bandung / Malang saya akan lebih memilih yang kedua karena tidak panas. Nah, karena antara Bandung atau Malang itu dipilih-pilih lagi, dengan melihat kedua faktor diatas yaitu harga makanan yang murah dan tingkat kebersihan maka mungkin Malang adalah pilihan yang bagus untuk domisili. Weitts, tapi tunggu dulu….

Domisili biasanya khan identik dengan “tempat kerja / kantor” , sedangkan mungkin kalau di Malang bidang kerja saya mungkin sangat jarang atau tidak ada. Sebenernya juga gak harus bekerja di bidang yang ditekuni juga gak apa-apa asal bisa survive dan sukses. Namun pastinya juga pengen donk memakai sedikit yang sudah dipelajari selama 4 tahun tersebut. Bahkan kalau mau diterusin belajar lagi, jika masih dalam 1 keilmuan khan gak terlalu “njomplang”…nah, sampai disini polemik lagi bukan?? hihihi…

Jadi Intinya untuk domisili permanen itu kadang gak hanya masalah kenyamanan, tapi juga bergantung kepentingan profesi dan juga faktor lain juga’ . Jadi??.. so what??? ahh, pindah2 juga gak papa, Punya Rumah dimana-mana  juga gakpapa 😀