Katanya se ITB itu sempit. Tapi toh ternyata, selama 4 tahun lebih di ITB saya juga blum menjajaki seluruhnya. Kalau dibilang kuper se sebenernya enggak juga, saya sering juga nginep di kampus atau jalan-jalan ke jurusan lain (kecuali TL, biologi, farmasi dan lain2 yang banyak wanitanya…,huehehe, you know lah why like that). Mungkin takut dipandangin oleh cewek2 kali yah đ
Tapi, ketika mengingat lagi, bisa juga saya dikatakan kuper di ITB. Kesimpulan ini didukung oleh beberapa hal :
Yang pertama adalah kantin. Di dalam kampus , banyak kantin yang tersebar di beberapa spot kampus. Dari sekian banyak kantin itu, hanya dua kantin yang pernah saya rasakan makanannya. Itupun seingat saya masing-masing Cuma satu kali beli makan di kedua kantin tersebut. Artinya ya saya HAMPIR tidak pernah makan di dalam kampus. Bahkan ada kantin yang letaknya tidak lebih dari 10 meter dari laboratorium saya, belum pernah saya jajan disitu. Bayangkan men, 10 meter gituâ tiap hari saya lewat situ dan ternyata saya tidak tergoda sama sekali untuk mencoba. Memang saya lebih suka makan di kantin di luar pagar kampus, selain lebih murah pilihanya juga lebih banyak. Kalau masalah higienisnya mungkin tahu sendiri lahh, mahasiswa itu kadang sudah kebal terhadap sesuatu yang tidak higienis. Hehe
Yang kedua, ini yang akan diceritakan  agak panjang.
Ceritanya sehabis sholat jumat kemarin saya jalan bareng temen saya dari mesjid salman yang berada di depan kampus melewati parkiran SR(karena deket jurusan seni rupa). Setelah melewati parkiran, temen saya terpikir untuk melewati lorong jurusan Seni Rupa yang ternyata disitu ada galeri. What?? Galeri?? Pikir saya dalam hati. Seumur- umur di ITB saya baru tahu kalau disitu ada galeri seni yang cukup bagus. Ya, pada tiap dinding galeri itu tergantung lukisan-lukisan yang kebanyakan adalah lukisan tempo dulu dan bernuansa etnik.
Disebelah pintu masuknya terdapat patung batu entah patung siapa, tapi yang jelas kayaknya bukan batu malin kundang apalagi patungnya Gus Durâ :D. Kalo lukisannya Gus Dur se sudah agak lama setelah wafatnya kemarin sudah diabadikan oleh para seniman di Galeri Seni Jl.taman sari, sebelahnya ITB. Dari pintu masuk tersebut saya melihat di ke arah kiri ternyata nama galeri itu adalah galeri Soemardja. âato mungkin patung ini yang bernama Pak Sumardjaâ, pikir saya. Ahh, gak usah dipikir lah.
Ada beberapa lukisan yang menarik perhatian saya waktu di galeri itu. Yang pertama adalah lukisan yang menggambarkan jaman prasejarah dan kalau tidak salah itu diberi keteragan danau bandung pada masa purba. Pada lukisan tersebut juga terdapat hewan-hewan melata jaman prasejarah dan juga monyet-monyet. Nahh, saya jadi berfikir setahu saya jaman reptil dan monyet itu khan tidak satu waktu?? Tapi apapun itu imanjinasinya patut untuk dihargai
Yang kedua adalah lukisan peta nusantara yang entah itu dapat inspirasi dan persepsi dari mana. Yang jelas itu menggambarkan peta nusantara kuno entah pada abad keberapa. Disitu jelas terlihat pulau dengan nama Borneo (kalimantan) yang pada peta itu digambarkan lebih mirip seperti pot bunga. Dan pulau Jawa pada lukisan itu diberi nama âiauvaâ. Saya tertarik dengan lukisan ini karena dilihat sepintas nampak seperti peta kerajaan-kerajaan khayalan yang ada pada novel âLord of The Ringâ.hehehâ.
Tapi yang paling menarik dari semua itu adalah lukisan peta plan kota batavia(jakarta). Entah itu hanya karangan saja ataukah memang dilukis dari  aslinya. Namun setidaknya disitu dapat digambarkan bahwa pada masa Belanda dahulu ketika mereka menjajah kita, tidak hanya melulu mengeksplotasi sumber daya alam saja, namun juga dipersiapkan juga suatu rencana pembangunan proaktif untuk masa depan. Tentu dari kita sudah banyak tahu, bahwa jembatan-jembatan atau terowongan2 di Indonesia yang kualitasnya bagus (kokoh) dan tahan lama sampai sekarang adalah peninggalan para penjajah. Lalu ketika kita mencoba membuat aspal saja, satu tahun kemudian sudah bolong-bolong. Salah siapa?? Apanya yang salah?? Kalau dijajah lagi gimana?? Ya salahkan saja generasi muda yang hanya pacaran dan hura-hura terus. Juga salahkan itu orang-orang yang terjajah oleh mode, mobil dan lain-lain. Mobil nambah terus tapi jalan tetep segitu saja. Semoga saja 5 tahun ke depan jalannya masih bisa dilewati dengan kecepatan >5 km/jam. (ato mungkin 5 tahun lagi malah cepetan jalan kaki ketimbang naik mobil đ )