Lampion Warna-warni dan Musisi Malam  ( I love this night )
Ketika pulang dari undangan makan malam saya dan temen saya[Vokalis Lila- kata anak2] – bukan lyla 😀 ,melewati jalan tamansari sekitar kebun binatang bandung yang lengang. Lalu sekilas mata saya tertuju pada arah kiri jalan. Ada galeri seni yang  membuat jalan yang sepi dan gelap itu menjadi agak tidak menyeramkan. Galeri yang terletak diseberang tanah lapang yang digunakan untuk parkiran kendaraan kebun binatang pada siang hari. Karena sudah lama saya ingin melihat-lihat galeri itu akhirnya malem itu kesampaian juga. Saya mengajak belok ke gerbang galeri tersebut.Galeri seni itu terdiri dari galeri lukisan,ukiran, wayang, dan lain-lain.
Dan malam itu saya tertarik untuk melihat galeri lampion warna warni dan lampu tidur dengan bentuk unik dan penuh kreasi. Ada yang terbuat dari botol bir, ada yang bercorak batik dan macam-macam lagi. Dan ternyata, barang seni itu dijual juga. Dengan harga kisaran Rp 25-70 ribu mungkin bisa sangat menarik bagi orang yang suka dengan pernik tersebut atau para apresiator seni.
Sebenarnya sejarah galeri ini ada di sebelah kebun binatang bandung ini lumayan heroik dan “sedikit” tragis. Dulunya, para perkerja seni ini mempunyai tempat di Babakan Siliwangi dekat Sabuga. Babakan Siliwangi adalah mata air, bagi sekitar Bandung tengah(sekitar ITB). Mata air dalam arti yang sebenarnya maupun dalam arti yang lain mungkin, karena daerah ini merupakan daerah rindang dan juga pernah menjadi mata air produk air mineral Air Ganesha. Karena ada wacana lahan “Babakan Siliwangi” akan digusur untuk dibangun mall (bayangkan, jika ada MALL di dekat institusi pendidikan sekelas ITB, apa pemda sudah tidak bisa berfikir), maka para pekerja seni tersebut dipindahkan ke tempat yang “baru” yaitu didekat kebun binatang. Banyak diantara para pekerja seni tersebut protes, karena tempatnya tidak layak dan menyebabkan pendapatan mereka turun. Atau mungkin mereka kehilangan kreasi yang ditempat sebelumnya sangat rindang,lengang dan mendukung untuk memasukkan inspirasi apapun untuk mereka jadikan suatu karya. Entahlah, tapi insiden protes itu sempat diwarnai oleh pembakaran massal lukisan-lukisan oleh senimannya sendiri, Tragis…
Sepertinya saya melihat sendiri peristiwa pembakaran itu secara tidak sengaja lewat jalan itu 3 tahun yang lalu…dan mungkin harapan saya waktu itu untuk melihat tempat itu semakin baik terkabul
[sekitar 3 tahun berlalu]
Nuansa seni, Romantisme dan sedikit hembusan sisa sepi yang dibawa angin malam muncul di malam itu…
Malam itu ada pertunjukan musik oleh sekelompok musisi, mungkin juga pekerja seni ditempat itu untuk mengisi malam mingguan. Sekitar 2 keluarga, mungkin keluarga dari mereka sendiri menikmati musik yang teralun dari tiga orang di panggung kecil tersebut. Di tikar yang luas itupun tidak lebih dari 10 orang yang menikmati. Sisanya membawa kursi sendiri di belakang dan sambil wira-wiri dengan urusannya sendiri. Akhirnya dengan sedikit canggung saya duduk di tikar itu bersama menikmati lagu. Terlihat dinginnya malam itu terhapus oleh ceria karena request para ibu itu akhirnya dibawakan oleh penyanyi dan juga boleh maju untuk dinyanyikan sendiri. Bahkan ada lagu sunda yang berjudul “Bromo” yang sangat ceria dan sedikit emosional karena seolah terhanyut pada suatu kenangan. Setelah agak malam kami meninggalkan alunan musik itu dan terdengar semakin lirih…sambil teringat adik kelas baru masuk yang saya suruh bawa motor sendirian pulang tadi, takut tersesat 😀
-
-
unique
-
-
lampion dan lampu tidur
-
-
lamps
-
-
lampu malam bermotif batik
-
-
namanya bagus yak 😀
-
-
kalo gak berani hidup ya gak usah minum 😀
-
-
nampang ato penampakan?
-
-
-
Happy saturday night
-
-
teringat lagu Katon Bagaskara “Yogyakarta”
-6.884594
107.609430